Bank Syariah Indonesia Sebagai Penggerak Utama dalam Mewujudkan Ekosistem Halal yang Berdaya Saing Global oleh Eka Silviyatur Rohmah
Senin, 22 Juli 2024

Bagian penting dalam membangun ekosistem halal yang kompetitif secara global dimainkan oleh Bank Syariah Indonesia. Bank-bank syariah, sebagai lembaga keuangan yang didasarkan pada prinsip-prinsip syariah, mempunyai tugas yang signifikan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi halal. Bank syariah berkontribusi terhadap pengembangan ekosistem halal di Indonesia dengan menawarkan berbagai barang dan jasa, serta bantuan kepada UMKM dan sektor halal. Dengan demikian, tujuan penelitian ini adalah untuk menyelidiki bagaimana bank syariah berkontribusi terhadap pengembangan ekosistem halal yang dapat bersaing dalam skala dunia

 

Kekuatan utama di balik pengembangan ekosistem halal yang kompetitif secara global, Bank Syariah Indonesia, perlu diselidiki lebih lanjut melalui studi latar belakang. Bank syariah memainkan peran yang semakin besar dalam mendorong ekonomi halal di tengah globalisasi dan meningkatnya permintaan barang halal. Diharapkan dengan memiliki pemahaman menyeluruh tentang konteks sejarah penelitian, isu-isu ekonomi halal dan solusi terkait dapat diidentifikasi untuk mengembangkan ekosistem yang dapat bersaing di pasar dunia.

 

Dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia menjadi titik awal bagi kantor pusat sektor halal global. Dengan 209,12 juta penduduk Muslim, atau sekitar 87% dari total penduduk Indonesia, Indonesia merupakan negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia pada tahun 2010. Pada tahun 2020, seharusnya terdapat 229,62 juta orang dalam daftar ini. Sebagai kelompok agama dengan tingkat pertumbuhan tercepat di dunia, umat Islam diperkirakan akan meningkat dengan sangat cepat. Menurut penelitian, populasi Muslim diperkirakan akan meningkat menjadi 75% pada tahun 2050, yang diperkirakan akan mencapai dua kali lipat laju pertumbuhan populasi global yang diperkirakan hanya mencapai 35%.

 

Oleh karena itu, posisi Indonesia sangat menguntungkan, apalagi mengingat Indonesia merupakan pasar konsumsi barang dan jasa halal terbesar di dunia, termasuk kosmetik, farmasi, fashion, dan pariwisata. Indonesia, yang merupakan negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, memberikan peluang besar bagi produsen global yang ingin memperluas jaringan distribusi mereka ke negara ini.

Saat ini, Indonesia tidak menempati posisi teratas dalam peringkat halal dunia; Malaysia, negara tetangga, memegang posisi teratas. Mengingat Indonesia hanyalah pasar bagi produsen halal global, Menteri BUMN Erick Thohir mendesak Indonesia untuk memimpin produksi halal global dengan mengambil sejumlah langkah yang diperlukan. Studi ini menimbulkan sejumlah tantangan signifikan. Pertama, Indonesia perlu menjadikan dirinya sebagai pusat makanan halal global. Indonesia perlu bekerja sama dengan produsen halal global untuk memenuhi permintaan barang halal, khususnya di industri makanan dan fashion. Kedua, agar produk halal Indonesia bisa mengalahkan produk halal luar negeri, Indonesia harus terlebih dahulu memenuhi kebutuhan halal dalam negerinya sendiri. Ketiga, Indonesia harus mampu memproduksi barang halal secara berkelanjutan baik untuk pasar lokal maupun internasional. Keempat, harus ada undang- undang yang kuat yang mengatur sertifikasi halal di Indonesia. Kelima produk halal asal Indonesia tersebut harus mampu bersaing baik di dalam negeri maupun internasional. Perekonomian Indonesia sangat bergantung pada barang-barang tersebut.

 

 

Sektor halal dan ekonomi syariah dipandang sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi baru Indonesia. Permintaan umat Islam di seluruh dunia di bidang makanan, obat- obatan, kosmetik, fesyen, perjalanan, dan industri sesuai syariah lainnya berjumlah setidaknya USD 2,02 triliun. Seluruh aktivitas entitas yang terlibat dalam rantai pasok dari hulu hingga hilir menerapkan konsep yang sesuai dengan syariat Islam, mulai dari pemilihan pemasok, proses produksi, penyimpanan, dan distribusi untuk menghindari kontaminasi unsur. yang non-halal dikenal dengan istilah manajemen rantai pasok halal, atau rantai nilai halal. Pemerintah memiliki gagasan yang jelas tentang bagaimana manajemen rantai pasokan dapat membantu mencapai tujuannya menjadi pusat bagi perusahaan industri halal internasional.

Data Global Islamic Economic Report 2018 menunjukkan bahwa Indonesia saat ini memimpin dunia dalam hal konsumsi produk halal, dengan 170 miliar dolar AS atau Rp 2,465 triliun dengan kurs saat ini Rp 14.500. Mengingat umat Islam merupakan populasi terbesar di dunia, hal ini bukanlah hal yang baru. Perbincangan mengenai potensi Indonesia untuk menjadi pemimpin global dalam bisnis halal dimulai ketika ekonomi syariah mendapat perhatian internasional. Untuk memastikan keberhasilan wacana sektor halal, pemerintah pusat mulai memberikan pertimbangan yang signifikan dengan mengembangkan undang-undang kebijakan, jabatan, dan tugas masing-masing pemerintah provinsi. Keterlibatan pemerintah dalam mempromosikan usaha dan barang halal tidak hanya sebatas sebagai trend gaya hidup baru Masyarakat.

Berbagai industri, termasuk makanan dan minuman, kesehatan, perjalanan, bahan kimia, logistik, pemasaran, media cetak dan elektronik, keuangan, dan industri penting lainnya, menyadari pasar halal dan potensinya. Dampaknya terhadap daya saing regional merupakan salah satu faktor yang menyoroti relevansi ekonomi industri halal. Mengembangkan sektor industri yang menonjolkan industri halal akan memperkuat industri halal dan menjadikan pengganda yang muncul semakin nyata.

Sebagai otoritas moneter, Bank Indonesia juga berperan penting dalam pengembangan rantai pasokan halal ini. Bank Indonesia menunjukkan komitmennya dengan menciptakan ekosistem rantai pasok halal yang didorong secara digital. Mempersiapkan web marketing untuk UMKM merupakan salah satu teknik untuk memenuhi tujuan tersebut. Dalam rangka menjaga stabilitas dan pertumbuhan perekonomian nasional, tujuan utama Bank Indonesia dalam mendorong pengembangan usaha rantai nilai halal adalah memperkuat peran ekonomi dan keuangan syariah sebagai salah satu bidang bauran kebijakan. Ekspor Indonesia dapat dihasilkan dan didorong oleh pengembangan ekonomi syariah yang dimulai dengan pembentukan ekosistem industri halal nasional. Ekspor ini pada akhirnya dapat menjadi sumber pendapatan asing bagi negara

 

Yang pertama adalah sektor pariwisata yang mempromosikan wisata halal Indonesia; kedua adalah sektor makanan halal yang mendukung konsep wisata halal; ketiga adalah sektor fesyen atau pakaian halal; dan keempat adalah pengembangan sektor keuangan halal. Keempat industri tersebut kini sedang menjajaki potensinya untuk menjadi ikon industri halal Indonesia. Penulis mengawali pemetaan potensi Indonesia saat ini dengan empat bidang pembangunan tersebut, yang dapat dirangkum sebagai berikut :

 

Gambar 2. Kerangka Pengembangan Area Potensi Industri di Indonesia

 

Sejumlah besar USD 220 miliar dibelanjakan oleh masyarakat Indonesia di industri halal; jumlah ini diperkirakan akan meningkat seiring dengan pertumbuhan populasi Muslim di negara tersebut dan semakin banyaknya masyarakat yang sadar akan keunggulan barang-barang halal. Jika hal ini dapat dimaksimalkan secara efektif, Indonesia mungkin akan menjadi pemimpin industri produk halal. Sejumlah peraturan kebijakan diciptakan untuk mendukung perluasan dan kemajuan industri halal. Salah satu peraturan tersebut adalah Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2016 tentang Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) yang berfungsi sebagai wadah pengembangan sektor keuangan syariah nasional dengan menjadi wadah koordinasi, sinkronisasi, dan sinergi antarlembaga. arah kebijakan dan program strategis. KNKS diberi tugas dalam mempercepat, memperluas dan memajukan pengembangan keuangan syariah.

Dalam hal makanan halal, Indonesia berada di peringkat keempat menurut Indikator Ekonomi Islam Global, dan Malaysia berada di peringkat teratas. Sektor halal telah berkembang di seluruh dunia, tidak hanya di negara-negara Muslim tetapi juga di negara-negara non-Muslim. Industri halal yang dipertimbangkan meliputi Media dan Rekreasi, Perjalanan Ramah Muslim, Farmasi dan Kosmetik, Makanan Halal, dan Perjalanan Ramah Muslim. Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 679 (2019–2024) merupakan salah satu rencana pemerintah yang telah dipraktikkan. Hal ini mencakup inisiatif untuk meningkatkan ekonomi syariah, rantai nilai halal, usaha mikro, kecil, dan menengah, serta ekonomi digital. Regulasi sektor halal ini tentunya akan memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan persepsi masyarakat terhadap pandangan dunia syariah. Salah satu dari mereka melalui halal food paradigm. Dengan mengembangkan otak bawah sadar manusia, paradigma ini memperluas kesadaran syariah hingga mencakup wilayah-wilayah baru. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, oleh karena itu paradigma syariah akan selalu berdampak pada kesadaran masyarakat terhadap keuangan Islam, perjalanan ramah Muslim, fesyen sederhana, farmasi dan kosmetik, media, dan rekreasi. Dampak dari berkembangnya pemahaman ini, misalnya, adalah perbankan syariah, fesyen muslim kontemporer, kosmetik syariah, perjalanan syariah, dan transportasi syariah mulai mendapat perhatian.

 

Baik dari sisi penawaran maupun permintaan, bisnis halal relatif masih berkembang dalam skala global. Seiring dengan pergeseran lanskap perdagangan global, sejumlah negara yang sebagian besar non-Muslim juga memahami betapa pentingnya memanfaatkan peluang pasar untuk sektor halal. Perkembangan Fintech yang mempercepat laju permintaan dan penawaran produk industri halal, industri 4.0 yang menghasilkan efisiensi dan efektivitas penyebaran industri halal, dan evolusi masyarakat sebagai kehidupan sosial yang tidak lepas dari teknologi. Fasilitas tersebut setidaknya menjadi tiga momen penting yang menyoroti pentingnya memanfaatkan peluang industri halal di tingkat

 

Pada tahun 2030, Indonesia mempunyai banyak peluang dan hambatan yang harus diatasi sebelum dapat menjadi pusat produksi halal global. Manfaatnya bagi Indonesia antara lain sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, banyaknya masyarakat yang membutuhkan produk halal, dan setiap produk yang diperdagangkan atau diedarkan di dalam negeri harus bersertifikat halal. Oleh karena itu, industri halal wajib melakukan sertifikasi produk ke BPJPH sehingga memberikan nilai tambah bagi konsumen dan industri secara keseluruhan. Kesulitan tersebut antara lain ketergantungan pada bahan baku impor, kesulitan memperoleh sertifikasi karena kurangnya LPH atau auditor halal, laboratorium halal, infrastruktur kawasan industri halal yang belum memadai, rendahnya literasi ekonomi syariah dan halal di kalangan masyarakat dan produsen, serta kurangnya sumber daya manusia. tata kelola halal yang terintegrasi dari hulu hingga hilir.

 

Selain industri makanan dan minuman, industri halal di Indonesia juga mengalami kemajuan signifikan di bidang lain, termasuk sektor perbankan syariah, fesyen muslim, kosmetik, obat-obatan halal, perjalanan, penginapan, pariwisata, media, dan rekreasi film. Langkah pertama dalam mengembangkan sektor halal adalah memetakan dan mengidentifikasi kemungkinan masing-masing jenis industri. Indonesia mempunyai banyak potensi pengembangan sektor halal. Selain memiliki populasi Muslim terbesar di dunia—237,53 juta, atau 86,9% dari keseluruhan populasi sebesar 273,32 juta jiwa. Indonesia juga memiliki pasar konsumen halal yang signifikan. batasan hukum, pendirian KNEKS, sinergi pemangku kepentingan, keberadaan BPJPH, dan lain-lain.

 

Referensi

 

Haryono, H. (2023). Strategi Pengembangan Industri Halal di Indonesia Menjadi Top Player Global. Ad-Deenar: Jurnal Ekonomi Dan Bisnis …, September, 689–708. https://doi.org/10.30868/ad.v7i02.4918

Hasyim, H. (2023). Peluang dan Tantangan Industri Halal Di Indonesia. Ad-Deenar: Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Islam, 7(2), 665–688.

https://doi.org/10.30868/ad.v7i02.4918

Kusjuniati, K. (2020). Strategi dan Peran Penting Komite Nasional Ekonomi dan

Keuangan Syariah (KNEKS) dalam Mendukung Ketahanan Ekonomi Nasional.

Widya Balina, 5(1), 112–123. https://doi.org/10.53958/wb.v5i1.55

Maulana, N., & Zulfahmi. (2022). Potensi Pengembangan Industri Halal Indonesia di Tengah Persaingan Halal Global. Jurnal Iqtisaduna, 8(2), 136–150.

https://doi.org/10.24252/iqtisaduna.v8i2.32465

Nasution, L. Z. (2020). Penguatan Industri Halal bagi Daya Saing Wilayah: Tantangan dan Agenda Kebijakan. Journal of Regional Economics Indonesia, 1(2), 33–57. https://doi.org/10.26905/jrei.v1i2.5437

Saputri, O. B. (2020). Pemetaan potensi indonesia sebagai pusat industri halal dunia.

Jurnal Masharif Al-Syariah: Jurnal Ekonomi Dan Perbankan Syariah, 5(2), 23–

38. http://journal.um-surabaya.ac.id/index.php/Mas/article/view/5127/4010

Sulistiyaningsih, N., & Shultan, S. T. A. (2021). Potensi Bank Syariah Indonesia (BSI) dalam Upaya Peningkatan Perekonomian Nasional. Al-Qanun: Jurnal Pemikiran Dan Pembaharuan Hukum Islam, 24(1), 33–58.

https://doi.org/10.15642/alqanun.2021.24.1.33-58